KALAU CINTA JANGAN MARAH, KALAU CINTA GENGSI PERGI (2)
“Kay! Kay! Bangun, Kay!” Lorna menggedor pintu kamar Kay sesubuh ini penuh kecemasan.
Kay bersungut-sungut sambil mengucek matanya. Semalam Lorna menginap di rumah Kay dan bercakap-cakap sampai tengah malam. Tentu tidur sebentar masih belumlah cukup dan kepala pusing sudah pasti sebagai akibatnya.
“Apa sih, Na, gak bisa nunggu pagian dikit? Ini masih jam 3.”
Pintu kamar Kay terbuka, wajahnya menunjukkan rasa terganggu. Tapi demi melihat Lorna yang berdiri dengan airmata nyaris tumpah dan wajah penuh kecemasan, alarm di kepala Kay langsung bekerja. Pasti soal Moe. Tak ada yang bisa membuat Lorna secemas ini.
“Moe kenapa?” Pertanyaan Kay langsung menuju sasaran.
Lorna mengekor Kay yang masuk lalu duduk di tepi tempat tidur.
“Moe masuk rumah sakit, Kay.”
“Hah? Kenapa?”
“Gak tahu. Dia gak menghubungiku sampai sekarang.”
“Lah itu tahu dia masuk rumah sakit dari siapa? Kenapa kamu belum kontak duluan sih?”
“Kamu gak ngerti, Kay. Aku gak mau kontak dia duluan kali ini. Dia juga sudah dua hari gak kontak.”
“Astaga! Bahkan dalam situasi gawat begini kamu masih saja mikir siapa yang harus lebih dulu. Moe juga keterlaluan. Kalian berdua keras kepala! Jadi gimana Moe? Sakit apa? Kenapa?” Kay memberondong Lorna dengan pertanyaan dan omelan.
Lorna tak bisa lagi menahan alir air dari matanya. Sambil sesenggukan, Lorna mulai menjelaskan.
“Moe masuk rumah sakit. Aku gak tahu kenapa. Tapi aku tahu dari instagram anaknya,” Lorna menyorongkan hpnya yang memperlihatkan sebuah akun dengan postingan foto pada Kay.
“Semoga Papa baik-baik saja. Untung Mama di sini”
Begitu bunyi keterangan yang mengiringi foto tersebut.
“Ini Diana? Pergi sama Moe?” Kay menunjuk seorang perempuan yang duduk di pinggir ranjang rumah sakit.
Lorna mengangguk.
“Moe pergi dengan anak-anaknya. Bukan dinas seperti yang dia bilang ke kamu, Kay. Aku udah tahu sebelum mereka pergi. Diana ikut juga. Kata Moe, anak-anak pengen sesekali pergi lagi liburan bersama. Aku gak mau kontak karena gak mau ganggu liburan mereka. Iya aku cemburu. Tapi lebih penting buat anak-anak kalau papanya betul-betul hadir Kay. Bukan cuma pergi bareng tapi pikirannya kemana. Aku mau nahan diri aja. Demi anak-anak, Kay.”
Kay melongo. Tak disangka Lorna berpikir seperti itu. Lorna bilang Moe sudah melamarnya. Tapi urusan dengan Diana tentu akan menyita waktu yang tak sebentar. Anak-anak mereka masih berharap orangtuanya bisa bersama lagi. Butuh waktu pula untuk memberi pengertian. Kay melihat Lorna sudah cukup sabar menanti dan memahami itu. Kay tahu, Lorna juga banyak cemburu tapi ditahan.
“Terus gimana? Moe sakit apa? Apa gak sebaiknya kamu coba kontak Moe, Na?”
“Entahlah. Semoga bukan sakit serius. Kasihan anak-anak. Harusnya senang-senang liburan, papanya malah masuk rumah sakit.”
“Apa mungkin darah tingginya kumat?” Kay bergumam.
Sepengetahuannya belakangan ini pola hidup Moe memang kurang baik. Beberapa kali Kay pergi makan bertiga dengan Lorna dan Moe dan tampaknya Moe tidak lagi pilih-pilih makanan meskipun Lorna selalu mengingatkan. Ditambah pula minggu lalu Moe lembur berhari-hari sampai malam.
“Mungkin. Kay, aku khawatir. Masa aku harus nyusul mereka? Gak enak sama anak-anak dan Diana. Nanti aku dibilang rese, gak pengertian. Tapi Moe sakit. Gimana ya?”
Kay memahami kegalauan Lorna. Jika dia dalam posisi Lorna, Kay belum tentu bisa.
Lorna terisak. Kecemasan betul-betul melandanya. Saat itu dia ingin sekali berada di samping Moe dan memastikan Moe mendapat perawatan terbaik dan mendampingi Moe sampai sembuh. Lorna ingin memeluk Moe. Membisikkan kalimat-kalimat rindu dan cintanya pada Moe. Lorna ingin Moe sehat dan menemaninya tertawa sambil bercerita seperti yang biasa mereka lakukan.
Kay menyodorkan kembali hp Lorna yang tadi dipegangnya.
“Hubungi saja.” Kay seolah membaca pikiran Lorna.
Lorna mengusap air mata dan mengambil hpnya, dan mengangguk lemah.
“Moe, kamu kenapa? Apa yang bisa kubantu dari sini? Bilang semuanya bakal baik-baik aja, Sayang.”
Akhirnya begitu bunyi pesan yang dikirim Lorna pada Moe. Lorna tak lagi bisa menahan diri. Kecemasannya sudah membuktikan sebesar apapun gengsi, tak akan bisa menang mengalahkan cinta.
***
*bersambung
#RAB, 29062017
#NulisRandom2017
#day29
#RAB_nulisrandom
#ceritaRAB #fiksiRAB #cerpenRAB #cerminRAB #RABbercerita lagi